Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

Artikel "Waktu"


Tepat Waktu untuk Hidup Lebih “Tepat”
Oleh: Tri Maryati
Mahasiswi IAIN Walisongo Semarang

Sudah sering terdengar atau bahkan pernah mengalaminya sendiri dalam hal ketidaktepatan dalam merencanakan sesuatu sering kali terbengkalai akan kelalaian dalam mengatur waktu. Memanage waktu dalam menghindari hal-hal yang dirasa kurang bermakna itu merupakan sebagian cara untuk menghemat dan lebih menghargai waktu. Seperti halnya ketepatan waktu dalam menyelesaikan berbagai rencana atau rancangan-rancangan dalam suatu pekerjaan. Hal seperti ini yang sering membuat sebagian banyak orang selalu dalam kelalaian dalam membuang-buang waktu dan terbuai akan peluang-peluang waktu. Teramat disayangkan apabila waktu terbatas yang kita miliki ini dihabiskan secara sisi-sia tanpa makna apa pun. Hal demikian perlu dihindari demi ketepatan suatu rancangan hidup yang sudah menjadi rencana awal.
Dengan menyia-nyiakan waktu sama halnya dengan membuang kesempatan yang ada. Sekali membiarkannya lewat, maka jangan berharap akan kembali. Salah satu contoh yang menjadi penyakit sabagian banyak orang yaitu dengan menunda-nunda suatu pekerjaan. Menunda merupakan kebiasaan buruk seseorang yang tidak cepat melakukan pekerjaan. Hasilnya, pekerjaan yang dilakukan tidak bisa selesai tepat waktu, dengan demikaian kendala yang dialami akan mempengaruhi hasil pekerjaan itu sendiri, seperti adanya ketidak maksimalan, ketidak sesuaian hasil pekerjaan yang diharapkan karena akibat terbengkalainya waktu dengan menunda-nunda suatu yang harus dikerjakan. Dengan itu, hidup menjadi terkesan kurang berkualitas karena semua hal tidak dikerjakan secara maksimal.
Dengan demikian hal yang lebih perlu ditekankan yaitu dengan memanfaatkan waktu sesuai dengan kebutuhan serta pintar-pintar bagaimana dalam membagi waktu. Dengan lebih pandai-pandai memilih dan memilah hal-hal apakah yang dilakukan itu memiliki pengaruh dalam hidup kita ataukah hanya sekedar bersifat sia-sia dan membuang-buang kesempatan yang ada. Selain itu, haruslah selalu berpandangan bahwa semua pekerjaan itu harus diselesaikan dengan baik dan disesuaikan dengan waktu yang telah tersedia dengan tidak menunda-nunda.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Artikel "Pendidikan"


TUNTUTAN BELAJAR “NGOYO” SISWA MENJELANG UN
Oleh:
Tri Maryati
Mahasiswi Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang

Bisa dibilang sudah menjadi kebiasaan dari para pihak sekolah ketika menjelang Ujian Nasional dengan lebih menodorkan berbagai materi tambahan ke para siswa untuk menghadapi Ujian Nasional. Sebuah tuntutan tersendiri bagi para siswa dalam menghadapi Ujian Nasional dengan dituntut untuk lebih meningkatkan kualitas penguasaan materi UN yang akan mereka hadapi. Khususnya untuk materi pelajaran yang akan di-UN-kan. Berbagai bentuk persiapan yang mereka jalani di antaranya yaitu mengikuti berbagai jam tambahan dari pihak sekolah sendiri yaitu pulang lebih sore, ataupun dengan berangkat lebih awal satu atau setengah jam sebelum jam pelajaran dimulai, di samping itu ada juga anjuran bagi siswa untuk mengikuti les tambahan di luar sekolah.
Beberapa persiapan lain juga yang harus dijalani oleh siswa yaitu persiapan umum yang diselenggarakan baik dari pihak sekolah, Kelompok Kerja Madrasah (KKM) maupun dari Dinas Pendidikan setempat seperti mengikuti rangkaian uji coba (try out) UN. Dengan mengikuti persiapan-persiapan semacam itu harapan bagi guru-guru atau dari siswa itu sendiri agar dapat meminimalkan kekhawatiran siswa dalam menghadapi Ujian Nasional, dengan lebih dimudahkan untuk mengerjakan materi-materi dalam UN tersebut. Serta harapan untuk meningkatkan presentase kelulusan dari sekolah itu sendiri.
Hal semacam itu sering kali terdengar ketika masa menjelang Ujian Nasional tiba. Adapun secara psikologi, efek dari semua rutinitas ketat tersebut bisa ditebak, antara lain Ujian Nasional berkesan seperti momok manakutkan, atau menjadi semacam benteng terakhir yang manentukan kelulusan siswa. Karena itu, siswa pun diharuskan atau dituntut seserius mungkin dalam mempersiapkannya. Kesan seperti itu lah yang sering dianggap oleh para siswa sendiri sebagai sebuah tuntutan yang benar-benar harus mereka persiapkan dalam menghadapi Ujian Nasional dan kesannya dalam belajar untuk persiapan tersebut terkesan “ngoyo”. Tidak seperti pembelajaran yang biasa mereka lakukan setiap harinya.
Persiapan yang mendadak dalam menghadapi Ujian Nasional perlu mendapat evaluasi dari pihak sekolah. UN perlu dipersiapkan sejak dini agar tidak lagi dianggap sebagai sebuah pembelajaran yang terkesan “ngoyo” bagi siswa yang menjalaninya dalam persiapan menghadapi Ujian Nasional. Sebaiknya siswa perlu diperkenalkan dengan soal-soal UN sejak kelas-kelas sebelumnya, sejak kelas 4 atau 5 SD, 1 atau 2 SLTP, dan 1 atau 2 SLTA. Persiapan tersebut diberikan jauh-jauh hari dari masa Ujian Nasional yang akan mereka hadapi. Sehingga siswa akan merasa memiliki bekal dan persiapan yang lebih matang ketika akan dihadapkan UN serta meminimalisir kekhawatiran siswa dalam menghadapinya.
Dari pihak gurupun sebaiknya menghargai hak-hak alamiah siswa seperti bermain, berinteraksi secara wajar, bergaul selayaknya, serta mengembangkan diri sehingga tidak ada kesan belajar “ngoyo” kepada siswa menjelang Ujian Nasional. Sehingga tidak akan berdampak juga pada efek psikologi kepada siswa itu sendiri, kekhawatiran yang akan terjadi pada diri siswa yaitu akan mengalami kejenuhan, terjadi sebuah tekanan seperti halnya setres yang mereka alami. Maka dampaknya juga akan mempengaruhi pada hasil UN yang mereka kerjakan, dengan berbagai tekanan yang mereka hadapi sehingga menghambat daya fikir mereka ketika mengerjakan soal-soal Ujian.
Dengan demikian hal yang perlu ditekankan dari pihak sekolah maupun pihak guru dalam menghindari hal semacam itu agar tidak terjadi pada siswa-siswanya yaitu dengan menghindari perlakuan yang secara berlebihan kepada siswa, khususnya ketika menjelang Ujian Nasional, sehingga siswa tidak ada lagi suatu tekanan atau kesan belajar “ngoyo” secara berlebihan pada suatu pembelajaran. Anjuran untuk mengadakan persiapan sejak dini itu mungkin salah satu cara yang baik dan lebih efektif dalam menghadapi Ujian Nasional yang akan dihadapi. Menghindari adanya rasa kekhawatiran dari pihak siapapun, yaitu dari pihak sekolah, guru, orang tua, masyarakat maupun dari diri siswa itu sendiri.
Adapun mengenai persiapan-persiapan seperti persiapan umum yang diselenggarakan dari sekolah seperti diadakannya (try out) itu bukan tidak mungkin hasil UN justru (antiklimaks) pada hasil try out siswa tertentu yang cukup berprestasi di kelas. Beberapa siswa yang memiliki catatan prestasi baik di kelas justru menuai hasil try out yang kurang memuaskan. Hal seperti itu yang sering membuat rasa ketakutan maupun kekhawatiran yang sangat dirasakan siswa ketika mengetahui hasil try out mereka.
Dengan diadakannya suatu pembelajaran sejak dini serta berupa persiapan-persiapan materi yang lebih matang yang diberikan oleh siswa menjelang Ujian Nasional siswa diharapkan agar dapat lebih mudah dalam menjalani Ujian yang mereka hadapi. Dari pihak guru pun tidak akan merasa khawatir mengenai presentase hasil kelulusan siswa-siswanya dalam mengerjakan soal-soal Ujian. Demikian pula dari pihak sekolah hal tuntutan untuk meluluskan 100 % siswa dalam Ujian Nasional itu tidak akan ada lagi kekhawatiran.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS


                     EDITING DAN PUBLIKASI
I.                   PENDAHULUAN
Pertama kali menulis surat cinta, berapa kali anda menulis ulang surat itu dan berapa lembar kerta yang anda habiskan? Banyak bukan? Itu terjadi karena anda menyunting surat itu agar kata-kata rayuan anda bagi kekasih incaran anda. Penyuntingan memang sifat yang sangat alamiah dalam aktifitas menulis. Proses tersebut baru berakhir setelah bahasa, isi, dan alur cerita memuaskan anda. Penyuntingan terus berlangsung selama karya tulis itu masih mungkin disunting. Sesungguhnya, seorang penyunting bertanggung jawab untuk melakukan penyuntingan setiap saat karena penulis merupakan juga seorang penyunting. Salah satu contoh tanggung jawab seorang penulis yang paling sederhana adalah meminimalkan kesalahan ketik karena kesalahan ketik dalam jumlah banyak seolah-olah menunjukkan kekurangannya yang sangat serius sang penulis dalam pekerjaannya.
Dalam penulisan sebuah karya tulis, penulis juga berkewajiban menyelaraskan isi, bahasa, dan alur pemikiran materi sebelum naskah dikirim ke penerbit atau sebelum di publikasikan baik melalui pengiklanan, media online, seminar, dan lain sebagainya.

II.                RUMUSAN MASALAH
A.    Apa yang dimaksud dengan Editing Karya Jurnalistik ?
B.     Apa yang dimaksud dengan Publikasi Karya Jurnalistik ?
C.     Bagaimana Media Online untuk Publikasi ?
D.    Bagaimana Berkarya Secara Profesional ?

III.             PEMBAHASAN
A.    Editing Karya Jurnalistik
Editing merupakan tahapan yang berkaitan dengan penulisan secara final. Bila tahap-tahap sebelumnya difokuskan kepada isi, editing lebih difokuskan pada masalah mekanik, seperti ejaan, penggalan kata, kata hubung, struktur kalimat, dan sebagainya. Maksud dilakukan editing ini agar tulisan itu memiliki tingkat keterbacaan yang baik. Pembaca akan mudah memahami tulisan kita. Jarak antara pembaca dengan ide menjadi lebih dekat dan tulisan itu juga lebih komunikatif. [1]
Menyunting naskah (editing) adalah sebuah proses memperbaiki atau menyempurnakan tulisan secara redaksional dan substansial. Pelakunya disebut editor (penyunting) atau redaktur.
Secara redaksional, editor memperbaiki kata dan kalimat supaya lebih logis, mudah dipahami, dan tidak rancu. Setiap kata dan kalimat, selain harus benar ejaan atau cara penulisannya, juga harus benar-benar punya arti dan enak dibaca. Tujuan akhir proses editing jenis ini adalah tidak hanya memiliki ejaan yang benar tetapi juga enak dibaca.
Secara substansial, editor harus memperhatikan fakta atau data agar terjaga keakuratan dan kebenarannya. Editor pun harus memperhatikan apakah isi tulisan itu dapat mudah dimengerti pembaca atau malah membingungkan. Sistematika juga harus diperhatikan oleh seorang editor.[2] Tujuan proses pengeditan tipe ini adalah tidak hanya untuk membuat tulisan mudah dimengerti, tetapi juga sistematika tulisan secara keseluruhan tetap terjaga.
Dari semua kegiatan yang tercakup dalam dua jenis proses pengeditan tersebut, yang menjadi fokus editor adalah: (1) menyadari perbedaan latar belakang para pembaca, baik dari segi umur, taraf hidup, dan gaya hidup sehingga naskah yang dihasilkan sesuai dengan latar belakang pembaca; (2) tegas; (3) memperbaiki tulisan tanpa merusak cara penulis dalam memaparkan pendapatnya; dan (4) hati-hati dengan iklan terselubung yang termuat dalam tulisan.[3]
Editor penerbitan memiliki peran diantaranya, pertama adalah sebagai petugas resmi penerbitan yang melakukan review naskah yang ditawarkan penulis. Kedua, editor penerbitan berperan sebagai penanggung jawab proyek penerbitan buku yang dieditnya. Ketiga, editor penerbitan berperan melakukan penyuntingan dan koreksi kebahasaan, menjaga konsistensi sistematika dan istilah, menjaga konsistensi gaya penulisansesuai dengan jenis buku dan mengelola komunikasi antara penulis dan penerbit.[4]
Wajah atau gaya pemberitaan sebuah penerbitan pers umumnya bergantung pada keahlian dan kreativitas para redakturnya dalam teknik menyunting.
Kegiatan menyunting pada dasarnya menyangkut hal-hal berikut:
1.      Memperbaiki kesalahan-kesalahan faktual.
2.      Menjaga jangan sampai terjadi kontradiksi dan mengedit berita tersebut untuk memperbaikinya.
3.      Memperbaiki kesalahan dalam penggunaan tanda-tanda baca, tatabahasa, ejaan, angka, nama, dan alamat.
4.      Menyesuaikan naskah dengan gaya suratkabar bersangkutan.
5.      Mengetatkan tulisan, membuat satu kata melakukan pekerjaan tiga atau empat kata, menjadikan satu kalimat menyatakan fakta-fakta yang terdapat dalam satu paragraf. Menyingkat tulisan sesuai dengan ruang yang tersedia.
6.      Menjaga jangan sampai terjadi penghinaan, arti ganda, dan tulisan yang memuakkan (bad taste).
7.      Melengkapi tulisan dengan bahan-bahan tipografi, seperti anak judul (subjudul), di mana diperlukan.
8.      Menulis judul untuk berita bersangkutan agar menarik.
9.      Di beberapa suratkabar, editing juga termasuk menulis caption (keterangan gambar) untuk foto dan pekerjaan lain yang berhubungan dengan cerita yang disunting itu.
10.  Setelah edisi itu naik cetak, menelaah koran tersebut secermat mungkin sebagai perlindungan lebih lanjut terdapat kesalahan dan melakukan perbaikan jika deadline masih memungkinkan.
Dengan demikian, menyunting tidak semata-mata memotong (cutting) naskah agar cukup pas masuk dalam kolom atau ruangan (space) yang tersedia, tetapi juga membuat tulisan itu enak dibaca, menarik, dan tidak mengandung kesalahan faktual.
Dalam melaksanakan kewajibannya, seorang editor harus pula memperhatikan hal-hal berikut:
1.        Sadar mengenai sifat-sifat umum tentang umur, taraf hidup, dan gaya hidup para pembaca utama korannya, dan menyunting naskah sesuai dengan sifat umum tersebut.
2.        Sebagai hatinurani suratkabar, penyunting harus tegas dalam hal-hal seperti penggunaan huruf besar dan singkatan, penggunaan gelar, tanda baca, ejaan, tata bahasa, pemilihan jenis huruf untuk judul dan sebagainya.
3.        Memperbaiki tulisan dengan segala upaya tanpa merusak cara penulisannya menyatakan pendapatnya. Karenanya, editor harus membaca lebih dulu seluruh naskah untuk mendapatkan pengertian penuh tentang apa yang akan dikatakan oleh si penulis. Di sini berlaku hukum: editor hanya berhak mengubah redaksi, bukan substansi.
4.        Menjaga masuknya iklan terselubung dalam tulisan. Untuk membantu pekerjaannya, seorang editor biasanya melengkapi dirinya dengan pemilikan kamus bahasa, kamus singkatan (akronim), tesaurus, peta, buku biografi tentang tokoh-tokoh ternama, ensiklopedi, buku telefon, buku atau koleksi ucapan atau pepatah terkenal, dan sebagainya.
Editor tak jarang merangkap sebagai editor bahasa, sehingga mutlak menguasai bahasa jurnalistik atau kaidah penggunaan bahasa yang baku (sesuai Ejaan Yang Disempurnakan). Di sini persyaratan yang menjadi sifat Redaktur dalam buku Newsman’s English, antara lain:
1.   Berwawasan luas
2.   Berkepala dingin, sanggup bekerja dalam suasana tergesa-gesa dan rumit, tanpa menderita perasaan tertekan.
3.   Cermat, hati-hati, tekun, dan tegas.
4.   Melihat sesuatu dari sudut pandang pembaca. Artinya, editor harus berorientasi pada kepentingan pembaca. Jangan sampai naskah hanya bisa dipahami oleh dirinya, tetapi membingungkan pembaca. Ia juga harus menjadikan sebuah naskah penting dan menarik bagi pembaca, bukan hanya bagi dirinya atau suratkabarnya.[5]
Sebelum naskah dikirim ke penerbit, penulis sebaiknya melakukan editing naskah yang berkaitan dengan:
1.   Editing Isi/ Materi/ Gagasan
Isi/materi/gagasan yang terdapat dalam bentuk teks buku diibaratkan sebagai gizi sebuah buku. Ketebalan atau tipisnya halaman buku terletak pada banyak atau sedikitnya materi buku yang dituliskannya. Buku yang akan diterbitkan memerlukan ketebalan yang memadai agar buku itu secara estetika indah dipandang atau disimpan. Ketebalan buku berkaitan dengan jumlah halaman yang menggambarkan isi/materi/gagasan. Buku yang jumlah halamannya kurang tidak memberikan daya tarik terutama untuk penyimpanan dan pendokumentasian.
Penyuntingan terhadap isi buku dapat dilakukan dengan cara pengurangan, penggantian, dan penambahan isinya yang relefan dengan topik dan tema kajiannya. Pengurangan terhadap isi/materi/gagasan bila memang dianggap tidak relefan dengan topik kajiannya. Kemudian menggantinya dengan suatu topik yang sedang dibahas. Kalau memungkinkan ada sumber lain yang lebih aktual dan akurat, seorang penulis dapat saja menambahkan isi/materi/gagasan itu untuk melengkapinya. Misalnya grafik, tabel, gambar, atau data lain yang dianggap perlu.
Proses editing atau penyuntingan ini dilakukan selain berkaitan dengan akurasi data, informasi yang faktual, juga untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis dan pembacanya. Dengan demikian dapat menambah ketebalan halaman buku secara langsung hingga mencapai ukuran ideal sebuah buku mata ajar kuliah untuk diterbitkan. Namun begitu, seorang penulis jangan terjebak oleh suatu keinginan hanya utntuk mempertebal jumlah halaman tanpa memperhatikan isi/materi/gagasan yang dituliskannya.
2.   Editing Paragraf
Editing atau penyuntingan terhadap isi/materi/gagasan akan berpengaruh pada kepadatan paragraf, sehingga menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antar paragraf, ada yang tebal dan tipis. Paragraf yang tidak berimbang tebal atau tipisnya dapat memengaruhi nilai estetika buku. Dengan demikian penyuntingan berikutnya harus diarahkan terhadap bentuk ideal paragraf. Paragraf yang tipis harus diseimbangkan dengan paragraf yang mencapai ketebalan standar hingga semua ketebalan paragraf dianggap relatif seimbang. Ketebalan ideal sebuah paragraf sebanyak 7-10 baris. Jadi dalam satu halaman draf buku dengan ukuran kertas A4 terdiri dari 3-4 buah paragraf.
Kalau isi/materi/gagasan diibaratkan sebagai gizi sebuah buku maka paragraf merupakan dagingnya. Karena itu penulisan antar paragraf dalam sebuah buku sangat diperlukan keseimbangannya. Penyeimbangan ini dibutuhkan untuk memenuhi standar estetika buku ketika dilakukan penilaian dalam sebuah kompetisi buku.  Paragraf yang terlalu tebal dapat memengaruhi daya baca seseorang dalam memehami teks. Seorang penulis mesti memerhatikan ini, karena teks yang dibaca tanpa ada upaya memahaminya dari pembaca menjadikan buku yang diterbitkan itu mubazir. Sebaiknya, ketipisan paragraf juga dikhawatirkan tidak mewakiti gagasan yang disampaikan penulis. Malah bisa jadi gagasannya itu tidak selesai diungkapkan dengan kata-kata dan kalimat yang terbatas.

3.   Editing Ragangan
Ragangan ataun outline dalam sebuah buku diibaratkan sebagai tulang-tulangnya yang berfungsi mengikat daging yang mengandung gizi. Oleh sebab itu, ragangan harus disusun secara sistematis berdasarkan topik dan subtopiknya. Sistematika ragangan berkaitan dengan urut-urutan dan letak subtopik pembahasan yang akan ditulis. Ragangan dalam penulisan buku yang telah ditetapkan sejak awal bukan merupakan harga mati. Dalam arti, ragangan yang tidak sesuai denagn isi/materi/gagasan dalam buku masih bisa dibongkat pasang untuk menyesuaikannya. Sama halnya dengan judul tulisan atau buku yang sudah disetting sejak awal boleh saja digonta-ganti sesuai dengan tema yang disajikannya.
Ragangan dapat saja diubah saat penulian sedang berjalan atau nanti di akhir penulisan. Mengedit ragangan bisa dengan cara mengurangi, mengganti, atau menambahkan sesuai dengan subtopik kajian. Pada dasarnya ragangan yang telah ditulis sejak awal penulisan harus disesuaikan dengan apa yang dibahas dalam isi/materi/gagasan dalam buku. Pertimbangannya akan lebih mudah mengganti ragangan dari pada harus menulis ulang kajiannya. Editing ragangan yang terbaik adalah saat finalisasi penulisan, sekaligus dalam menentukan halaman pada daftar isi buku.
4.   Editing Kebahasaan
Kebahasaan dalam sebuah buku disamakan dengan kulit sebagai pembungkus daging dan tulang serta untuk melindungi keberadaan gizinya. Karena itu, bahasa buku harus memenuhi standardinasi bahasa yang berlaku. Bahasa Indonesia yang menjadi dasar rujukan harus menggunakan EYD. Penulisan buku mata ajar kuliah atau karya ilmiah populer bahasanya tidak bisa seenaknya penulis, tetapi harus menggunakan bahasa formal atau semi formal. Editing atau penyuntingan terhadap bahasa mutlak diperlukan kalau buku itu diterbitkan. Penyuntingan berkaitan dengan penghurufan, penomoran, pelambangan, ejaan, dan tanda baca. Hal ini dapat dapat dipelajari dari lampiran buku ini tentang penggunaan EYD.
Editing kebahasaan mempunyai banyak fungsi, antara lain untuk standardinasi sebuah buku. Hal ini sngat diperlukan dalam memberikan bobot atas buku teks. Selain itu jaga, bahasa dapat menjadi pemanis dalam menambah daya tarik pembaca. Namun demikian, untuk penulisan buku mata ajar kuliah atau karya ilmiah tidak perlu manggunakan bahasa seindah puisi atau sajak. Kebahasan yang dimaksudkan di sini adalah berdasarkan kaidah tata bahasa yang berlaku. Fungsi lain dari ketatabahsaan juga untuk mempercepat pemahaman pembaca terhadap sebuah teks yang tersusun dari kata, kalimat, dan paragraf.[6]
Sebelum penyuntingan dimulai, Anda harus terlebih dahulu menyadari bahwa penyuntingan diperlukan untuk membuat kata, ungkapan, kalimat, paragraf dan subbab berkoherensi, halus, menarik, dan jelas. Untuk itu, Anda membiarkan draf untuk sementara waktu agar pikiran dan pendangan anda lebih segar dan tenang sehingga anda bisa menelaah dan mengedit draf secara menyeluruh dengan baik. Adapun langkah-langkah menyutingan adalah sebagai berikut.
                                                        1.          Bacalah setiap kalimat dengan renungan berulang-ulang. Untuk membuat kalimat lebih baik, tidak jarang anda membaca satu kalimat berkali-kali,sampa anda mendapatkan esensinya, kemudian anda tuangkan dalam bentuk murni.
                                                        2.          Baca lagi naskah anda beberapa kali dengan fokus yang berbeda-beda, misalnya pada sekali waktu, anda fokus pada ejaan. Lalu di waktu berikutnya, anda fokus di tata bahasa, atau konsistensi istilah, atau gambar serta keterangannya, dan lain sebagainya.
                                                        3.          Kenali pola kesalahan yang biasanya anda dapat setelah karya tulis di proofread atau diediting. Untuk itu, anda perlu mewaspadai pola-pola kesalahan yang sering anda lakukan dan berusaha memperbaikinya.
                                                        4.          Gunakan spelling check pada komputer bila tulisan anda dibut dalam bahasa inggris atau bahasa internasional lainnya. Namun demikian komputer juga mungkin bisa membuat kesalahan, misalnya ejaanya bisa jadi benar, tetapi artinya berbeda, seperti: paper - pepper, line - lain, you’re - your, their - there, its - it’s, dan sebagainya.
                                                        5.          Perhatikan ide utama dan ide pendukung dalam setiap paragraf. Anda harus memastikan setiap paragraf mengandung satu ide utama yang tercantum dalam kalimat topik paragraf itu. Kalimat-kalimat lainya sebagai pendukung kalimat topik. Apabila ada kalimat yang tidak mendukung kalimat topik anda harus membuang atau memasukannya kalimat “nyasar” tersebut ke dalam paragraf lain yang didukungnya.
                                                        6.          Revisi kalimat-kalimat yang terlalu panjang atau sebaliknya terpotong-potang, kalimat yang tidak menggunakan kata sambung, kalimat-kalimat ambigu, dan sebagainya.
                                                        7.          Bebaskan kemuangkinan adanya pelanggaran seperti pelecehan, fitnah, penghujatan dan lain-lain. Bila anda ragu-ragu dengan apa anda tulis, konsultasikan dengan pihak-pihak yang berkompeten.
                                                        8.          Bantu tegaskan bahwa setiap informasi yang anda tulis benar dan dapat dipercaya.
                                                        9.          Konsultasikan jargon, pengertian, atau bagian yang meragukan dengan pihak yang berkompeten. Tuliskan daftar istilah bila perlu.
                                                    10.          Gunakan kamus, tesaurus (kamus sinonim), buku tata bahasa, artikel penggunaan tanda baca, internet (kamus idiom daring), dan berbagai sarana yang membantu anda dalam penyutingan.
                                                    11.          Cari pembaca sukarela (terutama mereka yang menekuni bidang yang sesuai dengan topik yang anda buat) untuk diminta masukan.[7]

B.     Publikasi Karya Jurnalistik
Publikasi berasal dari kata publish, publisis, atau publisistik, yang berarti memberitahukan kepada umum, mengumumkan, segala usaha yang berhubungan dengan kegiatan dalam bidang pengumuman. Pengumuman tersebut dilakukan melalui alat-alat komunikasi massa, yaitu alat-alat yang dapat menghubungkan atau mengadakan komunikasi dengan massa.[8] Publikasi adalah bidang komunikasi berita atau ide dalam satu situasi di mana khalayak ramai akan menerima semua ide ini sebagaimana yang anda harapan.[9] Kesimpulannya adalah pengertian publikasi tidak dapat di pisahkan dengan alat-alat komunikasi massa.
Publikasi dapat di lakukan dengan mempergunakan berbagai media massa seperti website, pers, film, radio, televisi, majalah, pamflet, buku dan lain sebagainya. Internet merupakan media promosi pemasaran yang cukup efektif, dengan memiliki website anda dapat mempublikaskan produk atau layanan anda tanpa batas tempat dan waktu.
Walaupun demikian, tidak berarti dengan kepemilikan website promosi  lalu media cetak dihentikan,  karena tentu tidak semua masyarakat memiliki akses internet. Dan juga website yang telah dimiliki perusahaan harus dipromosikan agar diketahui masyarakat atau pasar yang dituju.[10]

C.    Media Online untuk Publikasi
Seperti Autobahn Jerman, seperti jalan tol bebas hambatan di mana akses dan kecepatan tinggi, seperti tidak ada batasnya. Mahasiswa dan bahkan siswa sekolah menengah mendapatkan informasi melalui komputer personal yang terpasang di sekolah dan di rumah mereka. Dengan mengandalkan sumber ini, jurnalis dapat melakukan riset dan wawancara untuk menyusun berita dan menawarkan informasi dan kontak tambahan dengan publikasi di luar jadwa penerbitan normal.
Siswa/mahasiswa yang menggunakan potensi Internet akan mendapatkan sumber informasi yang hampir tak terbatas. Siswa bukan hanya bisa meriset dan mengumpulkan informasi, namun juga dapat membaca informasi tentang topik yang sama yang telah muncul di media cetak. Mereka bahkan bisa melakukan wawancara dan berkomunikasi dengan orang, organisasi dan agen pemerintah yang mungkin tidak terjangkau dengan menggunakan metode tradisional, seperti telepon. Dengan menggunakan mesin pencari Internet siswa dapat melalukan riset online lebih efisien untuk mengumpulkan informasi tentang topik-topik mulai dari hiburan hingga berita serius yang mendalam. Dalam pers profesional, pemberitaan berbantuan komputer telah memampukan berita untuk ditulis dengan lebih akurat dan menyeluruh. Kini orang bisa mendapat informasi yang begitu banyak melalui situs-situs online.
Mempelajari pencarian sumber online secara efisien mungkin akan lebih terbantu jika dilakukan dengan berkonsultasi dengan pustakawan atau ahli media, yang dapat membantu jurnalis siswa untuk menavigasi situs dan informasi yang kompleks.
Publikasi web seharusnya bukan sekedar mengulangi apa-apa yang telah diterbitkan di media cetak, tetapi juga harus berisi berita-berita terkini yang mungkin membutuhkan sumber daya tambahan untuk mengelola situs ini, baik itu sumber daya manusia maupun peralatan. Publikasi mungkin perlu merekrut anggota tambahan untuk mengelola publikasi online. Mereka yang punya pengetahuan dan keahlian sofeware online akan bisa banyak membantu. Atau jurnalis siswa dapat bekerja sama dengan siswa yang ahli dalam bidang ini untuk memberi informasi yangt baru dan segar. Publikasi harus memiliki rencana pasti untuk penyediaan isi online sebelum memulai publikasi online. Menciptakan situs online yang tak pernah diperbarui atau diubah, khususnya setelah ada iklan, jelas akan gagal.[11]
Aturan yang mengatur apa-apa yang dipublikasikan di Internet terus berkembang mengiringi perkembangan teknologi yang dipakai dalam bentuk komunikasi ini. Publikasi di Internet, dalam beberapa hal tidak berbeda dengan publikasi lewat media lain, seperti media cetak. Pada umumnya, undang-undang yang berlaku untuk jurnalis siswa/mahasiswa yang memublikasikan koran dan majalah cetak, atau yearbook, juga berlaku untuk versi publikasi online dari publikasi cetak yang sama. Sebagaimana media cetak, di mana dan kapan sebuah “publikasi” online diproduksi juga menjadi faktor penting dalam kaitannya dengan aplikasi undang-undang. Bahkan pemberitaan dan proses pengumpulan informasi dengan menggunakan Internet mungkin juga diatur oleh undang-undang tersendiri.[12]

D.    Berkarya Secara Profesional
Berkarya secara profesonal dan mampu menghasilakan karya tulis yang baik, penulis harus memiliki keterampilan, baik dengan cara belajar sendiri, otodidak, maupun dari orang lain melalaui pelatihan-pelatihan. Keterampilan tersebut antara lain ialah sebagai berikut:
                                              1.          Bahasa
Keterampilam bahasa ini merupakan keterampilan yang paling utama karena fungsi bahasa yang paling utama adalah untuk berkomunikasi. Karya tulis adalah media komunikasi bagi penulis dan pembaca. Penulis menyampaikan informasi melalui karyanya. Penulis mengharapkan bisa di mengerti pembaca dengan baik.
                                              2.          Riset
Banyak orang berpikir bila seseorang menulis buku, orang itu tahu sesuatu dan seharusnya memang demikian. Bila kita terima pendapat ini, kita akan menulis buku dari hasil pengamatan atau penelitian dan pengalaman kita.  Buku kita akan membuat keahlian kita valid dan kredibel karena kita bisa menjelaskan lebih dari apa yang kita tulis. Dengan alasan tersebut, penulis sangat lazim dikatakan menguasai ilmu pengetahuan yang ditulisnya.
Riset merupakan bagian dari kegiatan mengajar bagi pengajar yang kreatif dan inovatif. Riset ini bukan hanya untuk mengumpulkan informasi untuk keperluan penulisan, tetapi lebih luas lagi riset ini diperlukan untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan buku, prospek, minat baca masyarakat, daya beli pasar, daya saing dan sebagainya. Dengan riset penulis bisa mendapatkan informasi yang tepat untuk memprediksi kebutuhan masyarakat mendatang sehingga penulis tidak akan kehabisan ide dan terus menulis buku-buku yang diminati pembaca.
                                              3.          Imajinasi yang kreatif
Daya imajinasi sangat diperlukan bagi penulis terutama untuk mengembangkan tulisan, isi, bahasa, ilustrasi, susunan, dan sebagainya. Pembaca dengan berbagai tingkat kecerdasan, kelemahan, pola berfikir, dan tingkat kejenuhan menuntut penulis untuk terus berimajinasi agar bukunya bisa ditampilkan dengan mengutamakan keperluan pembaca.
                                              4.          Menulis dan mendesain
Menulis dengan menggunakan alat bantu asli tertentu memerlukan keterampilan tersendiri. Penulis yang mahir menggunakan komputer dengan berbagai program yang ada akan sangat menguntungkan. Sekalipun demikian, tidak mahir menggunakan komputer bukan merupakan kendala bagi penulis yang serius. Dia akan terus menulis sambil belajar menggunakan komputer. Sebagia contoh, Wilson Nadeak adalah seorang penulis senior dan masih produktif serta terbiasa menggunakan mesin tik listrik. Beliau mengatakan inspirasinya muncul karena bunyi yang keluar dari mesin tik tersebut. Penulis tidak harus membuat tata letak dan sebagainya karena yang lebih penting adalah ide-idenya bisa diterima oleh penerbit.
                                              5.          Bekerja dengan waktu yang terbatas
Seorang penulis bisa bekerja semau dia, cepat atau lambat tergantung komitmen pribadinya. Penulis yang berhasil dan produktif biasanya terpacu dengan waktu, mereka mempunyai target untuk menyelesaikan bagian demi bagian, sampai pada keseluruhan bagian buku sehingga bisa mengatakan bukunya akan selesai pada waktu tertentu. Bekerja dengan pihak terkait pasti diberi batas waktu dan ini merupakan tantangan bagin penulis.
                                              6.          Disiplin
Seorang penulis perlu disiplin dalam berbagai hal, seperti: waktu, membaca, janji kepada pihak tertentu, dan sebagainya. Waktu yang digunakan penulis bervariasi, misalnya: saat subuh, pagi, siang, sore, atau malam hari sambil mendengarkan musik, makan makanan kecil, merokok, dan lainnya sesuai dengan kebiasaan masing-masing. Hal yang penting adalah penulis tetap disiplin dan konsisten pada targetnya.
                                              7.          Bekerja mandiri
Penulis harus mandiri dalam melakukan kegiatan yang berkaitan dengan menulis. Penulis tidak perlu disuruh-suruh untuk, memulai, melanjutkan, dan menyelesaikan tulisannya. Secar otomatis semua dilakukan secara mandiri, meskipun penulis memerlukan banyak bantuan pihak lain supaya buku itu layak dibaca dan ditulis. Inisiatif untuk mendapatkan referensi, menguji materi, mengirim ke penerbit, menyikapi jawaban penerbit, dan menyelesaikan semua hal yang berkaitan dengan penerbitan harus muncul dari dirinya sendiri dan dilakukan sendiri.
                                              8.          Berkomunikasi
Komunikasi merupakan satu kebutuhan yang mutlak bagi penulis. Keterampilan berkomunikasi bukan hanya pada cara penulis mengomunikasikan idenya kepada pembaca. Sebelum buku itu terbit dan bisa dibaca oleh orang lain, penulis sudah melakukan berbagai komunikasi dengan pihak terkait. Ketika mulai menuangkan gagasan, penulis seharusnya membicarakan gagasannya dan meminta dukungan, baik dalam bentuk pikiran, tenaga, maupun yang lainnya. Pada waktu mencari referensi dan mengembangkan ide, penulis berkomunikasi dengan petugas perpustakaan, nara sumber, baik secara langsung maupun melalui internet. Setelah draf selesai dibuat, penulis perlu meminta justifikasi, usulan perbaikan, dan sebagainya dari proofreader, peserta seminar dan sebagainya. Komunikasi terus berlanjut ke berbagai pihak sampai buku itu terbit. Juga dengan masyarakat pembaca karena ada kemungkinan mereka akan mengundang penulis untuk menyediakan waktu presentasi dan bertanya jawab, dan sebagainya. Etika komunikasi perlu dicermati agar semua yang terlibat merasakan komunikasi yang baik.
                                              9.          Negosiasi
Negosiasi merupakan teknik memenangkan harapan. Penyelesaian yang menguntungkan kedua belah pihak bisa tercapai dengan negosiasi. Penulis bagaikan seorang negosiator yang siap memenangkan kerja sama. Sebelum penandatanganan kontrak penerbitan buku, baik penulis maupun penerbit sudah melewati berbagai negosiasi perbaikan atau modifikasi sampul buku, judul, daftar isi, naskah, sampai pada penulisan sinopsis buku pada sampul belakang, royalti, jumlah buku terbit, dan lain sebagainya. Bila buku itu menggunakan gambar sampul dari sebuah lembaga, industri atau foto, penulis harus bernegosiasi dengan pihak penerbit pula. Sampai pada promosi dan penjualan perlu juga bernegosiasi. Penulis perlu sering mengalah untuk menang dalam negosiasi.
                                          10.          Tingkat kesabaran yang tinggi
Sepengetahuan penulis, hampir semua penulis mempunyai tingkat kesabaran yang tinggi. Mereka tidak emosional. Kesabaran ini ditunjukkan dalam menyelesaikan tulisan dengan berbagai kendala atau tantangan yang dihadapi, baik internal maupun eksternal. Secara internal, misalnya, penulis kadang mengalami kebuntuan, kehilangan ide, untuk menyelesaikan satu bab buku untuk ditulisnya. Penulis harus bersabar hingga memperoleh ide dengan berbagai upaya sampai bab itu bisa dilanjutkan kembali hingga bukunya selesai. Kesabaran juga diperlukan dalam menerima saran kritik atau komentar yang membuat penulis down.
                                          11.          Pendengar yang baik
Banyak orang pandai berbicara, tetapi belum tentu mau mendengar pembicaraan, kritik, gagasan, atau nasihat orang lain. Mendengarkan untuk menyaring dan menelaah informasi serta menyikapinya bukanlah pekerjaan mudah. Untuk bisa mendengarkan dengan baik, kita juga harus mempunyai tingkat kesabaran tinggi. Kita sering memberi respon terlalu cepat tanpa mendengar dengan baik sehingga timbul salah pengertian. Penulis perlu memasang telinga lebar-lebar dan bersikap positif terhadap semua respon dan omongan pihak manapun atas karya yang akan atau sudah diterbitkan. Sikap positif ini adalah modal penting bagi penulis untuk menghasilkan karya tulis yang memuaskan pembaca sehingga kualitasnya akan meningkat.
                                          12.          Pemasaran
Produk seorang penulis adalah karya tulis. Bagaimanapun baiknya produk kita, tanpa adanya pemasaran, produk tersebut tidak akan banyak terjual. Penulis perlu dilengkapi dengan keterampilan pemasaran agar bisa ikut aktif dalam menjual produk itu.
                                          13.          Bekerja di Bawah Tekanan dan Waktu Terbatas
Penulis menulis pada saat orang lain tidak mengerjakan apa-apa. Artinya beban kerja penulis sama dengan pekerja lain, tetapi penulis masih bisa menyisihkan waktu untuk menulis. Bagaimanapun berat tugas utamanya, penulis tetap akan menulis. Meskipun tidak dikejar-kejar oleh tenggat waktu oleh pihak manapun juga, penulis mempunyai rencana dan pelaksanaan yang matang bagi dirinya sendiri. Bila diberi tenggat waktu oleh pihak terkait, penulis biasanya bisa menyelesaikan pekerjaanya sebelum tenggat itu terlalui karena penulis sudah terbiasa mengatasi hal itu.
                                           14.          Mandiri
Penulis mempunyai keterampilan untuk bekerja sendiri. Program kerja, jadwal, dan tujuanya dibuat sendiri tanpa menunggu perintah orang lain. Kemandirian ini berlangsung dari  awal mengumpulkan ide, menulis, menerbitkan, memasarkan,  cetak ulang dan selanjutnya. Jadi, jika anda ingin jadi penulis, jangan menunggu sampai Anda diminta menulis.
                                          15.          Membuat Keputusan
Seorang penulis harus bisa membuat keputusan. Keputusan bukan hanya karena harus berhubungan dengan pihak tertentu dalam menerbitkan dan memasarkan gagasan, tetapi juga dalam menulis. Penulis harus membuat keputusan topik atau judul buku yang ditulisnya, memutuskan pokok-pokok bahasan apa saja yang relevan dengan judul buku, menentukan kutipan yang akan diambil dan sebagainya. Tanpa keputusan, penulis tidak bisa memulai menulis. Sebaliknya jika terlalu banyak ide, penulis juga bisa bingung.
                                          16.          Menguasai Materi
Dengan menulis. Penulis tertantang untuk mendapatkan informasi selengkap mungkin tentang bidang yang ditulis. Materi dengan sendirinya akan dikuasai sebelum buku itu terbit, setelah melalui proses menulis. Menulis juga berarti belajar dengan proses belajar penulis sangat efektif. Hal-hal yang dipelajari di rekam dan dituangkan dalam bentuk tulisan. Apapun bidangnya, bial penulis berminat menulisnya akan dikuasai.
                                          17.          Mampu bekerja dalam Tim
Banyak penulis yang menulis buku bersama dengan penulis lain. Sesungguhnya, untuk bisa terbit, penulis tidak bisa bekerja sendiri, meskipun menulis sendiri. Banyak pihak yang terlibat dalam menerbitkan buku. Bekerja dalam tim memerlukan aturan kebersamaan agar tujuan tercapai. Saling membantu, membutuhkan, toleransi, dan menghargai dan menghormati merupakan merupakan kunci keberhasilan sebuah tim.
Masih banyak keterampilan lain yang diperlukan penulis. Semakin berhasil dan banyak keterampilan yang dikuasai penulis, semakin berkualitaslah penulis tersebut. Keterampilan kita akan makin lengkap bila kita terus berupaya dengan tekun.[13]

IV.             KESIMPULAN
A.    Editing Karya Jurnalistik
Menyunting naskah (editing) adalah sebuah proses memperbaiki atau menyempurnakan tulisan secara redaksional dan substansial. Editor penerbitan memiliki peran diantaranya: pertama adalah sebagai petugas resmi penerbitan yang melakukan review naskah yang ditawarkan penulis. Kedua, editor penerbitan berperan sebagai penanggung jawab proyek penerbitan buku yang dieditnya. Ketiga, editor penerbitan berperan melakukan penyuntingan dan koreksi kebahasaan, menjaga konsistensi sistematika dan istilah, menjaga konsistensi gaya penulisansesuai dengan jenis buku dan mengelola komunikasi antara penulis dan penerbit.
Bagian-bagian dalam proses pengeditan meliputi:
1.   Editing Isi/ Materi/ Gagasan
2.   Editing Paragraf
3.   Editing Ragangan
4.   Editing Kebahasaan
B.     Publikasi Karya Jurnalistik
Publikasi berarti memberitahukan kepada umum, mengumumkan, segala usaha yang berhubungan dengan kegiatan dalam bidang pengumuman. Publikasi dapat di lakukan dengan mempergunakan berbagai media massa seperti website, pers, film, radio, televisi, majalah, pamflet, buku, internet dan lain sebagainya.
C.     Media Online untuk Publikasi
Dengan menggunakan mesin pencari Internet siswa dapat melalukan riset online lebih efisien. Dalam pers profesional, pemberitaan berbantuan komputer telah memampukan berita untuk ditulis dengan lebih akurat dan menyeluruh. Publikasi web bukan sekedar mengulangi apa-apa yang telah diterbitkan di media cetak, tetapi juga harus berisi berita-berita terkini yang mungkin membutuhkan sumber daya tambahan untuk mengelola situs ini. Publikasi di Internet, dalam beberapa hal tidak berbeda dengan publikasi lewat media lain, seperti media cetak.
D.    Berkarya Secara Profesional
Keterampilan untuk berkarya secara profesional meliputi: Bahasa, Riset, Imajinasi yang kreatif, Menulis dan mendesain, Bekerja dengan waktu yang terbatas, Disiplin, Bekerja mandiri, Berkomunikasi, Negosiasi, Tingkat kesabaran yang tinggi, Pendengar yang baik, Pemasaran, Bekerja di Bawah Tekanan dan Waktu Terbatas, Mandiri, Membuat Keputusan, Menguasai Materi, serta Mampu bekerja dalam Tim.

A.    PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat, uraian singkat mengenai pembahasan Editing dan Publikasi dalam Karya Jurnalistik. Besar harapan kami makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Kami menyadari bahwa makalah kami masih banyak kekurangan. Untuk itu, kami senantiasa mengharapkan masukan dan kritik yang membangun untuk kemajuan bersama.















DAFTAR PUSTAKA


Kuncoro, Mudrajad, Mahir Menulis “Kiat Jitu Menulis Artikel, Opini, Kolom, dan Resensi Buku”, Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2009.
Leo, Sutanto, Kiat Jitu Menulis Dan Menerbitkan Buku, Jakarta: Erlangga, 2010
Rolnick, Tom E. i et. al., Pengantar Dasar Jurnalisme, Jakarta: Kencana, 2008.
Romli, Asep Syamsul M., Jurnalistik Praktis Untuk Pemula, Bandung: PT Remaja Rodaksana, 2009.
Rosyadi, A. Rahamat, Menjadi Penulis Profesional Itu Mudah, Bogor: Ghalia Indonesia, 2008.
Stein M.L., Bagaimana Menjadi Wartawan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993.
Sukino, Menulis itu Mudah, Yogyakarta: PT LkiS Printing Cemerlang, 2010.
http://desainwebsite.org/index.php/publikasi/156, diakses pada 18 Maret 2013, jam 11:31
                                                                                                                 



BIODATA PENULIS

TENTANG Syaiful Anwar, lahir pada tanggal 20 Juni 1991 di Dusun Dhukoh Kerajan, Desa Mayahan Kec. Tawangharjo, Kab. Grobogan. Pendidikan formal yang telah saya tempuh adalah: lulusan SD pada tahun 2004 di SD 03 Negri Mayahan, MI 1 Mayahan lulus tahun 2004, Mts. Man ba’ul a’laa lulus tahun 2007, MAN 01 Purwodadi lulus tahun 2010, dan sekarang di IAIN Walisongo angkatan 2010 jurusan PAI. (NIM: 103111132, hp. 085225659570, Alamat E-mail: Shahad_ibnu_sina@yahoo.co.id, Blog: syaifulanwar Izanagi blogspot.com , Facebook: Syaiful Anwar, Twitter:  )

TENTANG Tri Maryati, lahir di Ds. Krajan Kulon Kaliwungu Kendal, 10 Juni  1992. Menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD.) pada SD Negeri 02 Krajan Kulon Kaliwungu tahun pelajaran 2003/2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP.) pada MTs. Negeri Brangsong Kendal tahun pelajaran 2006/2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA.) yaitu pada MAN Kendal tahun pelajaran 2009/2010. Sekarang masih menyelesaikan program S1. di Perguruan Tinggi IAIN Walisongo Semarang fakultas Tarbiyah, jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). (NIM: 103111133, hp. 085641060077, Alamat E-mail: try_marya@yahoo.co.id, Blog: trymarya.blogspot.com , Facebook: Tri Maryati, Twitter:@Threemarya1/ Three Marya)

TENTANG Wachidatun Nazilah. Lahir pada tanggal 16 Mei 1992 di Kendal. Pendidikan formal yang telah saya tempuh adalah: Lulus SD pada tahun 2004 di SDN Tanjunganom, Mts. Al-Islam Rowosari lulus tahun 2007, MAN Kendal lulus tahun 2010, dan sekarang di IAIN Walisongo Semarang angkatan 2010 jurusan PAI. (NIM: 103111134, hp. 085727653028, Alamat E-mail: nana.elwahid@gmail.com, Blog: nazilah , Facebook: Wachidatun Nazilah , Twitter: Wachidatun Nazilah)



[1]Sukino, Menulis itu Mudah, (Yogyakarta: PT LkiS Printing Cemerlang, 2010), hlm. 29
[2] Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Praktis Untuk Pemula, (Bandung: PT Remaja Rodaksana, 2009), hlm. 67-68
[3] Mudrajad Kuncoro, Mahir Menulis “Kiat Jitu Menulis Artikel, Opini, Kolom, dan Resensi Buku”, (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2009), hlm. 108
[4] A. Rahamat Rosyadi, Menjadi Penulis Profesional Itu Mudah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), hlm. 101
[5]  Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Praktis Untuk Pemula, hlm. 68-71
[6] A. Rahamat Rosyadi, Menjadi Penulis Profesional Itu Mudah, hlm. 101-104
                [7] Sutanto Leo, Kiat Jitu Menulis Dan Menerbitkan Buku, (Jakarta: Erlangga, 2010),hlm.114-115
[8] http://desainwebsite.org/index.php/publikasi/156, diakses pada 18 Maret 2013, jam 11:31
[9] M.L. Stein, Bagaimana Menjadi Wartawan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993), hlm. 70
[10] http://desainwebsite.org/index.php/publikasi/156, diakses pada 18 Maret 2013, jam 11:31


[11] Tom E. Rolnicki et. al., Pengantar Dasar Jurnalisme, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 311-312
[12] Tom E. Rolnicki et. al., Pengantar Dasar Jurnalisme, hlm. 382
[13]  Sutanto Leo, Kiat Jitu Menulis dan Menerbitkan Buku, hlm. 23-28

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS